Minggu terakhir ini saya banyak mendapat berita duka. Berita kehilangan cinta dan tentang perasaan khususnya dari sahabat-sahabat saya.
Susah-susah gampang kalau sudah menyangkut masalah perasaan. Bahkan seorang Albert Einstein pun “angkat tangan” tentang ini. “Beri saya masalah apapun, kecuali cinta” ucap penemu E=Mc2 tersebut.
Masalah cinta adalah masalah perasaan, tentang yang tak tampak dan bahkan sulit untuk digambarkan, hanya bisa dirasakan. Dan hanya segelintir orang yang bisa dengan “mulus” mengalami perasaan tersebut, selebihnya hanya akan meninggalkan duka dan lara.
Ketika kita memulai cinta, kita mulai dengan tawa tapi acapkali berakhir dengan sebuah tangisan. Menyedihkan namun proses kehilangan tersebut mau tak mau harus dialami orang yang tengah mencinta, kita mengatakannya sebagai sebuah konsekuensi. Masalahnya banyak dari kita yang tak sanggup menerima resiko tersebut. Kalau dianalogikan dalam sebuah bentuk kontrak, resiko “patah hati” adalah “term of rule”, sebuah peraturan yang kadang tidak kita perhatikan tetapi sangat penting dalam sebuah kontrak. Acapkali kita menyetujui adanya resiko tersebut tetapi tidak memahami. Sehingga ketika “patah hati” tersebut datang yang ada hanyalah sebuah penyesalan dan proses salah-menyalahkan.
Banyak hikmah yang saya ambil dari semua kegagalan yang dialami oleh sahabat-sahabat saya dan termasuk saya. Personally saya mengartikan hikmah tersebut sebagai sebuah refleksi-diri agar saya dan orang sekitar dapat belajar dari hal tersebut, syukur-syukur bisa tidak mengulangi hal yang sama kedepannya.
Hal pertama adalah Quantity VS Quality: banyak dari sahabat-sahabat saya yang menjalani hubungan dalam waktu yang cukup lama (dalam hal ini saya sebut sebagai faktor “Quantity”) tetapi hubungan tersebut jarang yang memiliki “Quality” (sekali lagi apa yang saya uraikan ini adalah murni my personal interpretation). Quality atau kualitas dalam hal ini adalah tujuan hubungan. Sering terlena akan kalimat “kita jalani saja” sehingga sering out-of-focus, hubungan menjadi “menggantung” dan tidak jelas. Sehingga ujung-ujungnya hubungan semakin lama semakin hambar dan akhirnya bubar.
Hal kedua adalah bahwa Jodoh adalah tentang durasi: saya percaya bahwa jodoh manusia lebih kepada tentang sebuah durasi. Ada yang berdurasi panjang, ada juga yang pendek. Jodoh manusia itu banyak cabang. Ketika durasi kita habis dengan yang satu, maka akan selalu ada jodoh yang lain. Saya salut dengan orang-orang yang bisa survive kembali ketika cintanya kandas dan tetap optimis untuk menemukan cinta yang baru. Ini bukan berarti cepat melupakan tapi life must go on. Hidup terlalu indah untuk kita tangisi dan hidup terlalu manis untuk menjadi pesimis.
Menangis lah sejadi-jadinya tapi pastikan untuk tidak menangisi hal yang sama esok hari: kehilangan adalah hal yang menyakitkan. Sedih? Wajar. Mau menangis? Silahkan. Tapi pastikan tangisan tersebut hanya akan ada untuk hari ini, bukan untuk waktu yang lama dan mengakumulasi menjadi sebuah penderitaan yang panjang. Kesedihan tanpa akhir tersebut hanya akan menyiksa diri dan orang-orang yang kamu sayangi. Perlu untuk diingat bahwa tangisan hari ini adalah sebuah senyuman di esok hari. Yakinlah bahwa akan selalu ada hikmah. Kita hanya akan tahu rasanya manis ketika kita mengalami rasa pahit.
Tak ada yang abadi: kenapa kita begitu berduka ketika jalan cinta tidak berjalan dengan mulus hingga kejenjang yang dituju? Sedangkan sebenarnya kita sebagai manusia tahu bahwa semua di dunia ini tidak ada satu pun yang kita miliki. Bahkan Tuhan pun hanya “menitipkan” seorang anak kepada orangtua, Tuhan tidak pernah “memberikan”. Bahkan secara ekstrem, kita sendiri hanya lah milik Tuhan. Begitu juga pasangan. Jangan pernah merasa akan memiliki seutuhnya. Jika sudah waktunya “pergi” maka relakan lah. Yakinlah bahwa akan selalu ada yang terbaik disiapkan untuk kita. Dan sekali lagi itu hanyalah titipan, bukan kepemilikan secara utuh.
Jangan pernah berkata bahwa kamu mengetahui dia seutuhnya. Pengalaman yang sangat mengena pada saya adalah mengetahui kenyataan bahwa waktu yang dihabiskan bersama bukanlah patokan. Sedikit mereview hubungan seorang sahabat yang sudah 7 tahun bersama tetapi harus pisah ditengah jalan memberikan pelajaran berarti bagi saya, bahwa kadang orang yang kita anggap sudah sangat tahu tidak lah pernah kita tahu. Manusia berubah tiap detik, sadar atau tidak disadari. Dan siap tidak siap kita harus siap menerima itu semua, terlebih ketika semua solusi tidak dapat memberikan arti.
Time will always kills the pain. Waktu adalah jawaban. Ketika cinta mengatakan selamat tinggal, maka hanya waktu yang akan mengobatinya. Waktu yang akan memulihkannya. Kita tidak pernah benar-benar melupakan seseorang, yang hanya kita lakukan adalah berdamai dengan hati dan berusaha untuk hidup tanpa seseorang tersebut. Sekali lagi hanya waktu yang akan memberikan penyadaran dan self-healing.
Dukungan keluarga dan sahabat. Last but not least semua dari kita akan selalu membutuhkan orang lain, keluarga dan sahabat. Untuk berbagi rasa dan mengurangi beban yang pastinya menyesakkan dada. Menumpahkan rasa pada orang yang kita percaya juga obat mujarab dalam meredam rasa kehilangan.
Sahabat-sahabat ku yang tengah gundah dan bersedih, yakinlah bahwa kesedihan yang kini tengah tertoreh didalam hati akan selalu ada penawarnya, yang dibutuhkan hanyalah membuka hati dan mau bangkit lagi. Ketika jatuh, jangan terpuruk terlalu lama tapi bangkitkan kekuatan diri untuk bangkit, berdiri dan bahkan berlari.
Catatan ini sepenuhnya saya dedikasikan untuk sahabat-sahabat saya yang tengah berduka dan sebagai “pengingat” bagi siapa saja baik yang kini tengah jatuh cinta ataupun yang tengah bingung dengan kisah cintanya. Bukan untuk menggurui tetapi hanya ingin berbagi dan saling mengingatkan.
Ica DBrain for DBRAINology -www.dbrainology.com
2 komentar:
hiks hiks kakak....aq sedih baca tulisan ini...makasih yah kak ini bagus bgt, adhe jg angkat tangan tentang perasaan adhe ini...
Nice entry...!!!setiap orang akan punya pemikirannya sendiri bila mengenai ini...update trus statusnya bro..keren bgt!!!!
Posting Komentar